Sabtu, 01 Maret 2014

PERJALANAN DINASTI GUPTA DI ANAK BENUA (Dari Chandragupta sampai Purugupta)

Sekitar tahun 1800—600 SM, setelah kota-kota besar ditinggalkan, masyarakat pertanian tinggal di permukiman-permukiman yang lebih kecil di Lembah Indus dan Gangga mereka membaur dengan orang-orang yang datang dari Asia Barat. Para ahli cerita menggubah Weda, puisi, dan himne yang kemudian menajadi dasar agama Hindu. Gupta merupakan salah satu dinasti di daerah India Selatan  yang didirikan oleh raja Chandragupta I pada tahun 319 M.yang telah berhasil menyatukan seluruh india selatan menjadi satu dinasti Gupta. Antara Candragupta I dengan Candragupta Maurya dari kerajaan Magadha tepatnya pada masa dinasti Maurya tidaklah sama. Agama yang dianut oleh dinastiGupta adalah agama Hindu, sedang agama yang dianut oleh Candragupta Maurya adalah agama Buddha.
Diketahui dari Kerajaan Gupta ini pernah dipimpin oleh beberapa orang raja. Raja Candragupta (320 M—330 M), Samudragupta Sarvarajaccheta (335M—376 M), Candragupta II yang bergelar Vikramaditya (376 M—415 M), Kumaragupta (415 M—455 M), Skandagupta (455M—467 M), dan Purugupta yang merupakan raja terakhir dari Dinasti Gupta. Pada masa kepemimpinan Candragupta II kerajaan ini mencapai masa keemasan.
            Gupta merupakan dinasti yang besar di India, namun demikian tidak semua orang mengetahui tentang sejarah dari dinasti ini. Termasuk di dalamnya para mahasiswa, inilah yang mendorong kelompok kami untuk menuliskan tentang sejarah dari Dinasti Gupta. 
2.1 Masa Awal Berdirinya Dinasti Gupta
Setelah kerajaan Kushana runtuh, India utara seakan menjadi daerah yang mati, namun sejak Candragupta I muncul mendirikan Dinasti Gupta di sana, India Utara kembali menjadi daerah yang besar. Hal ini disebabkan Candragupta I melakukan hal kontoversial dengan meniru Chandragupta Maurya yang ingin menandingi dan mengusir Iskandar Zulkarnain diperbatasan barat negaranya, Magadha, sekitar abad IV SM. Kemudian Chandragupta mendirikan Dinasti Gupta yang berkurasa di India sekitar 200 tahun.
Mengenai asal-usul dari Candragupta I ini masih diragukan dan masih kurang jelas, apakah dia keturunan dari Candragupta Maurya atau bukan. “Apakah pendiri wangsa Gupta ini memang keturunan langsung wagsa Maurya pantas diragukan, dan memang ia mengikuti jalan lain menuju kekuasaannya.” (Schulberg, 1983:93). Jika Candragupta Maurya menjadi pemimpin karena sebelumnya mengadakan ekspansi-ekspansi ke berbagai wilayah, dengan mengadakan konsolidasi wilayah kekuasaannya, maka Chandragupta mengawali kepemimpinannya lewat jalan perkawinan politik dengan putri raja dari suku Licchavi.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa untuk mendirikan dinasti yang baru ini, Chandragupta yang pada saat itu dipercayai sebagai seorang ksatria Arya dan diduga sebagai penguasa di dekat Pataliputra mengambil langkah politiknya dengan mempersunting seorang putri raja dari Suku Licchavi yang terdapat di Vaisali yang bernama Kumala Devi. Setidaknya suku Licchavi tersebut pernah berkuasa di India bagian utara, akan tetapi suku ini tenggelam karena munculnya Dinasti Maurya yang pernah dibangun oleh Chandragupta Maurya.
Chandragupta menetapkan Pataliputra sebagai ibu kota negara dan sekaligus sebagai tempat pusat pemerintahan pada waktu itu. Kemudian tanggal 26 Februari 320 M ditetapkan sebagai awal masa pemerintahannya sebagai raja dengan tandai


dikeluarkannya mata uang baru. Tahun itu pula yang kemudian di anggap sebagai awal tarikh gupta. Pada masa awal kekuasaan Candragupta I ini meluputi sebagian besar wilayah India Utara yang membentang dari Magadha sampai Allahabad.
Mengenai kepemimpinan Chandragupta ini tidak begitu banyak diketahui. Karena keterbatasan suber sejarah yang menyebutkan tentang Chandragupta. Kebanyakan sumber menyebutkan Samaragupta dan Chandragupta II, sehingga dapat diketahui begitu menonjolnya kedua tokoh ini.

2.2 Raja-Raja pada Dinasti Gupta

            Dalam sejarahnya, Dinasti Gupta pernah dipimpin oleh beberapa raja, mulai dari saat didirikan oleh Candragupta sampai saat-saat keruntuhan pada pemerintahan dinasti Gupta. Menurut Suwarno (2012: 55-56) raja-raja yang pernah memimpin tampo pemerintahan pada Dinasti Gupta adalah sebagai berikut:
1.      Chandragupta I, memerintah 320—330 M.
2.      Samudragupta , memerintah 335—376 M.
3.      Chandragupta II Vikramaditya, memerintah 376—415 M.
4.      Kumaragupta, memerintah 415—455 M 
5.      Skandagupta, 455—467 M.
6.      Purugupta, memerintah 467—473 M.
7.      Kumaragupta II, memerintah 473—476 M.
8.      Budhagupta, memerintah 476—495 M.
9.      Narasimhagupta.
10.  Kumaragupta III.
11.  Vishnugupta.
12.  Vainyagupta.
13.  Bhanugupta sebagai raja terakhir.
Suwarno (2012:56) mengatakan, “dari para raja Dinasti Gupta itu, yang paling menonjol adalah Samudragupta dan Chandragupta II, sehingga kedua raja ini yang paling banyak dijelaskan”.

2.2.1    Samudragupta, Sarvarajaccheta (335—376 M)
            Samudragupta merupakan salah satu raja dalam Dinasti Gupta. Dia menggantikan ayahnya, Candragupta I yang telah meninggal pada tahun 330 M. Sebagai keturunan suku Licchavi Dauhitra (putra dari putri suku Licchavi), maka dia  berkeinginan untuk melanjutkan ambisi ayahandanya untuk menaklukan kawasan-kawasan yang diinginkannya. Bahkan dia melakukan serangkaian penaklukan tersebut dengan gemilang, dengan prestasi dan keperkasaannya itulah Samudragupta digelari Sarvarajaccheta (pembasmi semua raja).
            Keberhasilan penaklukan yang gemilang ini tidak terlepas dari ambisi dan semangat muda raja demi melanjutkan ambisi ayahandanya. Untuk melaksanakan ambisi ayahnya Samudragupta menitik beratkan rencana kegiatan kenegaraannya yang terkenal dengan digvijaya atau penaklukkan atas Empat Penjuru Angin. Menurut Su’ud (1988: 200) menyatakan “yang dimaksud Empat Penjuru Angin itu tidak saja empat kawasan di sekeliling kerajaan Gupta, namun juga berarti empat kategori musuh yang harus dihadapi, dan harus ditaklukan”. Dapat ditemukan pula dalam tulisan pada tonggak batu Kausambi, yang menggambarkan empat kategori musuh, sebagai berikut:
·         Raja-raja yang berhasil dibunuh dalam ekspedisi penaklukan, kemudian daerahnya disatukan dengan kerajaan Gupta. Yang termasuk kategori ini adalah Raja-raja Hindustan yang bangkit setelah mundurnya kerajaan Kushana.
·         Raja-raja yang dikalahkan, namun daerahnya dikembalikan dan raja berstatus baru, yaitu Raja yang harus membayar upeti. Mereka yang termasuk dalam kategori kedua adalah mereka yang juga disebut raja-raja rimba, yang dijadikan pelayan. Di wilayah selatan yang termasuk kategori ini adalah raja-raja di daerah Orissa, yang terletak di antara  sungai-sungai Mahnadi dan Godavari.
·         Raja-raja di daerah perbatasan yang melarikan diri ketika diserbu, diwajibkan membayar semacam pajak perlindungan. Tetapi kemerdekaan mereka tidak diganggu.
·         Raja-raja yang letaknya jauh yang mengakui kekuasaan Raja dinasti Gupta, dengan mengirimkan duta/utusan. Mereka yang termasuk kategori ini adalah raja-raja dari Kamarupa, Samatata di pertemuan antara sungai-sungai Gangga dan Brahmaputra, serta berbagai suku bangsa Saka, Kushana, Malwa, Gujarat, dan Panjab.
tidak dipungkiri pula, bahwa pengaruh kekuasaan dari Kerajaan Gupta juga dirasakan sampai ke Sri Lanka.
Samudragupta merupakan salah seorang penganut agama Hindu yang taat, dengan setia menjalankan aturan Brahmana ortodoks, misalnya melakukan upacara asvameda sebelum aneksasi/ perluasan wilayah. Minatnya pada kesenian membuat Samudragupta memiliki apresiasi yang tinggi. Bahkan dia dijuluki sebagai Kaviraja (raja penyair). Selain itu, di Allahabad, sebatang pilar batu yang awalnya didirikan oleh Asoka pada abad keempat sebelum masehi diubah untuk mengagungkan Samudragupta. Menurut (Dalal, 2007: 48) menyatakan “pilar ini menceritakan bagaimana dia menaklukkan negeri-negeri lain dan membanggakan bahwa ia mengasihi rakyat miskin dan merupakan penyair yang mahir”. Selain itu menurut Schulberg (1983:93) dalam sebuah prasasti di daerah Allahabad yang munkin sama dengan yang disebutkan oleh Dalal, setidaknya terdapat 12 penguasa yang takluk pada Samudragupta, sebelah utara ada 9 raja yang takluk, sedangkan di daerah barat ia bertempur dengan orang-orang sakha di Ujjain.
Meskipun Samudragupta seorang Hindu ortodoks, dia cukup punya rasa toleransi. Sebagai contoh, dia mengangkat seorang penasihat agama Buddha, bernama Vasubhanda. Bahkan dia membuatkan tempat untuk para pengikut Buddha, seperti di Ajanta sebanyak 29 gua dipahat di karang tebing. Tidak khayal jika masa Raja Samudragupta dianggap sebagai puncak dari kerajaan Gupta, sebab kekuasaannya telah mencakup seluruh India Utara.
Dalam bidang sosial dan ekonomi mengenai Samudragupta ini tidak begitu banyak diketahui, akan tetapi pada saat itu dijelaskan bahwa Raja Samudragupta ini mengeluarkan mata uang emas yang antara lain bergambar sang raja sedang bermain alat musik semacam kecapi. Dari pernyataan ini dapat sedikit disimpulkan bahwa perdagangan pada saat itu sudah terbilang maju dan ramai. Hal ini dapat dibuktikan dengan dikeluarkannya mata uang emas oleh Raja Samudragupta.
Sementara dalam bidang kebudayaan saat pemerintahan Samudragupta ini juga dapat dibilang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Terutama perkembangan dalam bidang sastra dan musik. Hal ini dapat dibuktikan dengan raja selain sebagai penyair (ingat kaviraja), dia juga sebagai pemusik (ingat mata uang emas yang telah dikeluarkan oleh Samudragupta). Selain sastra dan musik, dalam pemerintahan Samudragupta ini juga telah berkembang Drama, yang dapat dibuktikan dengan bangunan gedung-gedung drama yang indah. Selain itu dalam gedung-gedung itu juga terdapat lukisan-lukisan yang indah pula.

2.2.2        Chandragupta II (376—415 M)
Setelah Samudragupta meninggal, putra sulungnya yang bernama Ramagupta didudukkan di atas takhta. Namun karena adanya tekanan dari suku bangsa Sakha di perbatasan barat laut dan juga Ramagupta merupakan seorang pemimpin yang lemah, sehingga tokoh ini sangat disembunyikan dari silsilah Raja-raja Gupta, maka saudaranya yang bernama Chandragupta (putra Samudragupta dengan putri Datta Devi) mengambil alih kekuasaannya, dengan gelar Chandragupta II.
            Gelar Chandragupta II merupakan peringatan atas kejayaan kakeknya yang telah membangun sebuah dinasti. Sebelumnya dia telah melatih diri memimpin masyarakat dengan kedudukan yuvaraja atau bupati pada suatu daerah pada tahun-tahun terakhir masa pemerintahan ayahnya.
Chandragupta II juga dijuluki sebagai Vikramaditya , yang berarti ‘Matahari Kebenaran’. Su’ud (1988: 202) menyatakan “karena kepribadian maupun penampilannya selama dia memerintah menunjukkan sifat-sifat yang menerangi masyarakat”. Sehingga hal inilah yang membuat dia mendapatkan julukan sebagai Vikramaditya. Selain itu ada yang mengatakan bahwa Vikramaditya (mataharari kegagah beranian) merupakan tanda kehormatan atas karya ketentaraannya, dan dia juga merupakan seorang maharaja yang terbesar diantara maharaja Gupta.
            Tindakan pertama yang dilakukannya sebagai raja ialah memindahkan ibukota dari Pataliputra ke Ayodhya, sebuah kota terpenting didaerah Kosala atau Oudh sekarang. Pemindahan ibukota ini dimaksudkan untuk memperoleh kembali semangat Hinduisme, karena kita ketahui Ayodhya merupakan salah satu kota suci agama Hindu. Seperti nenek moyangnya, Chandragupta ingin tampil menjadi penguasa dunia (world emperor). “Politik perluasan wilayah yang dilakukan oleh Chandragupta II, ditempuh melalui dua cara:
a.       Cara damai, yaitu dengan jalan perkawinan politik (political marriage).
b.      Kekerasan, yaitu penaklukan dengan kekuatan militer”. (Suwarno 2012: 58)
Kerajaan Gupta pada masa pemerintahan Chandragupta II ini mencapai wilayah yang paling luas, bahkan sampai melintasi seluruh India Utara, mulai dari Benggala hingga Laut Arab. Hal ini tidak lepas dari ekspansi-ekspansi yang dilakukan oleh Chandragupta II.
Pada masa Chandragupta II, di bidang kesenian mengalami kemajuan yang pesat, terutama festival keagamaan pada musim semi dan patut dicatat peranan Kalidasa. Selain festival-festival keagamaan juga telah berkembang pesat dibidang literatur (kesusastraan)  dan pengembangan-pengembangan ilmu pengetahuan yang berbahasa sansekerta. Selain itu seorang penulis drama yang sering mempergelarkan drama-dramanya di hadapan raja. Karyanya yang paling terkemuka adalah ‘Sakuntala’.
Nampaknya masa Chandragupta II merupakan masa yang paling makmur bagi dinasti Gupta dan sekaligus merupakan masa keemasan dari Kerajaan Gupta (the golden age). Bahkan pada masa Chandragupta II ini setiap rakyat yang sakit diberikan bantuan untuk berobat kepada tabib, sementara untuk pelaku pelanggaran tidak dikenakan sanksi berat, melaikan hanya dikenakan denda. Untuk para tuan tanah hanya dikenakan pajak yang diambil sebagian kecil hasil panennya saja, bahkan untuk para pemberontak dikasih hukuman potong tangan kanan saja. Sehingga pada saat itu Chandragupta II mendapat julukan sebagai permata utama bagi kerajaan Gupta.

2.3      Runtuhnya Dinasti Gupta
Setelah Chandragupta lengser keprabon karena meninggal dunia pada tahun 415 M, Dinasti Gupta mengalami titik balik dari masa-masa keemasannya. Lembaran suram ini dimulai saat Kerajaan Gupta diduduki oleh Kumaragupta, putra dari Chandragupta II. Pada saat memerintah dia kualahan menghadapi serangan-serangan dari Huna Putih (Ephalit dan ada yang menyebutnya Hun Putih). Akan tetapi Kumaragupta masih bisa menahan serangan serangan tersebut. Akhirnya Kumaragupta memerintah negara hingga tahun 455 M.
Selanjutnya tampo pemerintahan digantikan oleh putra Kumaragupta yang bernama Skandagupta. Dia memerintah selama ± 12 tahun, yakni dari tahun 455 M sampai sekitar tahun 467 M. Lagi untuk sementara Skandagupta masih mampu menghalang serangan-serangan dari  Huna Putih. “Hal ini digambarkan pada tonggak batu di Bihari, yang berbunyi: ‘Sebagaimana Sri Krisna, setelah berhasil membunuh musuh-musuhnya, dia mendekat ke arah ibunya, bernama Devaki’.” (Suwarno, 2012:59). Sehingga untuk sementara Dinasti Gupta masih bisa diselamatkan. Dan atas keberhasilan menahan serangan itu, dia membangaun sebuah candi untuk Wisnu, guna mengenang peristiwa kemenangan itu.
Hingga pada suatu ketika pada saat Dinasti Gupta dipimpin oleh Purugupta, yang memerintah tahun 467-473 M, kerajaan ini masih mendapat serangan besar dari Huna Putih. Pada saat itu Huna Putih berhasil memporak porandakan Dinasti Gupta, mereka menghancurkan istana, kuil-kuil, dan juga patung-patung. Awalnya pemimpin bangsa Huna Putih pada waktu itu adalah Tarotama, dan berhasil menaklukkan Persia pada tahun 484 M, disusul penaklukan kota Punjab pada tahun 510 M. Ternyata penaklukkan ini menjadi tonggak kehancuran kedaulatan Dinasti Gupta. Kemudian pada saat Huna Putih dipimpin oleh Mihiragula dapat melakukan ekspansi besar-besaran terhadap Gupta. “Kerajaan Gupta pun berhasil mereka tklukkan dan diharuskan membayar upeti. Semenjak itu Dinasti Gupta lenyap dari panggung sejarah India utara pada sekitar 600 M.” (Suwarno, 2012:59).

DAFTAR PUSTAKA


Dalal A. 2011. Selidik Nasional Geographic: Arkeolog Menguak Rahasia Masa Lampau India Kuno. Jakarta: PT. Gramedia.
Su’ud A. 1988. Memahami Sejarah Bangsa-bangsa di Asia Selatan (Sejak Masa Purba Sampai Masa Kedatangan Islam). Jakarta: P2LPTK.
Suwarno. 2012. Dinamika Sejarah Asia Selatan. Yogyakarta: Ombak.
Schulberg, L. Tanpa tahun. Abad Besar Manusia (India yang Bersejarah). Terjemahan T.W. Kamil. 1983. Jakarta: Tira Pustaka

oleh

0 komentar:

Posting Komentar

Powered by Zainal Abidin