Jumat, 13 Desember 2013
setelah pleistosen berganti dengan holosen, kebudayaan paleolithikum
tidak begitu saja lenyap melainkan mengalami perkembangan selanjutnya.
Di Indonesia, kebudayaan paleolithikum itu mendapat pengaruh baru dengan
mengalirnya arus kebudayaan baru dari daratan Asia ygna membawa
coraknya sendiri. Kebudayaan baru yang timbul itu dinamakan Mesolithikum.
Kebudayaan mesolithikum ini banyak ditemukan bekas-bekasnya di Sumatra,
Jawa , Kalimantan, Sulawesi dan di Flores. Dari peninggalan-peninggalan
tersebut dapat diketahui bahwa jaman itu manusia masih hidup dari
berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi sebagian sudah
mempunyai tempat tinggal tetap, sehingga bisa dimungkinkan sudah
bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan.
Bekas-bekas tempat tinggal mereka ditemukan di pinggir pantai
(Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (Abris Sous Roche). Disitulah
pula banyak didapatkan bekas-bekas kebudayaannya.
Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble dapat dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan bahwa alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman paleolithikum.
A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark
yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi
Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan
Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput
yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni
antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan
bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925
Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang
tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata
berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di
bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak
genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan
pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi
penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak
tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga
ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu
pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan
untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah.
Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu
sihir.
2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di
Sampung (daerah Ponorogo – Madiun Jawa Timur) tahun 1928 – 1931,
ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang
sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari
perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat
yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone
Culture.
3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat
tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai
tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama
pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun
1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang
ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti
ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal
dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di
antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak
adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai
Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di
Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti
dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga
ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian
terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren.
Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di
daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan
flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa
tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz
Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada
dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman
prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut
kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan
Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain
di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di
daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh
Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah
yang terbuat dari batu indah.
B. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit
kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat
kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada
kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan
juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan
berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah
bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup.
Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal
seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh.
Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan
bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur
masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia
ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:
C. KEBUDAYAAN TOALA
Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga
kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang
menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan
kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua
dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada
keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan
menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam
gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima
jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna
merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung,
Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di
pulau Flores dan Timor.
Penelitian di bukit kerang menghasilkan banyak penemuan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Paleolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan pebble / kapak Sumatra. Bentuk pebble dapat dikatakan sudah cukup sempurna dan buatannya agak halus. Hal ini membuktikan bahwa alat-alat pada zaman mesolithikum merupakan pengembangan dari alat-alat zaman paleolithikum, dimana cara pembuatannya lebih baik dan lebih halus dari zaman paleolithikum.
A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
- Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
- Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
- Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.
- Pipisan
2. Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
3. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
- Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)
B. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
- Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.
- Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
C. KEBUDAYAAN TOALA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Powered by Zainal Abidin
0 komentar:
Posting Komentar